The Price of Beauty: Exploring Indonesia’s Songbird Trade Through Education and Participatory Storytelling Research

Abstract

Indonesia has some of the highest avian biodiversity and endemism in the world. It is also a world capital for bird-keeping, which is a significant part of the national economy and a pillar of identity for millions of its people. Bird singing contests in particular are a national pastime, with roots in bird-keeping traditions that go back centuries. Since the 1970s, however, they have become so popular that one in three households in Java has a pet songbird. That amounts to an estimated 70 million caged birds across 12 million homes. These contests also fuel a multibillion dollar songbird trade, and because most competition birds still come from the wild, they’re contributing to the extinction of 43 species across Southeast Asia already facing threats from climate change, habitat loss, and land-use change.

Research and the media have largely portrayed those involved in Indonesia’s songbird trade as villains in a tragedy of natural history, which creates local backlash and undermines conservation. In response, our multinational research team spent nearly a year living alongside Indonesian bird-keepers and documenting their stories in the Special Region of Yogyakarta near Central Java. Working in what is arguably the center of the bird-keeping world, the team amassed a collection of over 10,000 photographs, 1,500 audio recordings, and dozens of in-depth interviews. These media revealed how people in Indonesia’s songbird trade balance culture and nature, and align conservation perspectives in Indonesia with the rest of the world. We also used these media materials to co-create and teach a conservation education program about songbirds with the Indonesian public school system. The curriculum inspired significant changes in our students’ environmental attitudes and behaviors, without any influence from actual knowledge. Our results call for more women to participate in science, support science teachers as agents of change for the environment, and advocate for conservation that is accessible across socio-economic divides.

For the final phase of this project, our team transformed our data into a multimedia exhibit that has toured between Indonesia and the United States. The exhibit hosts focus groups for bird-keepers and conservation scientists, film screenings, and academic lectures. Taken together, the pieces of this project foster dialogue, compromise, curiosity, and collaboration between communities who love songbirds in very different ways, at a time when such alliances are more important than ever. Bird-keeping currently threatens wild bird populations in at least 26 countries around the world. By sharing these stories with a global audience, we hope to highlight Indonesia as a source of solutions to an increasingly global conservation concern, and plant the seeds of conservation in common ground. In time, we look forward to expanding these methods to projects to other topics and parts of the world, making conservation inclusive through creativity.

Alternate abstract:

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dan endemisme burung tertinggi di dunia. Indonesia juga merupakan pusat pemeliharaan burung di dunia, yang merupakan bagian penting dari ekonomi nasional dan pilar identitas bagi jutaan penduduknya. Kontes kicau burung khususnya merupakan hobi nasional, dengan akar tradisi pemeliharaan burung yang sudah ada sejak berabad-abad lalu. Namun, sejak tahun 1970-an, kontes burung berkicau menjadi sangat populer sehingga satu dari tiga rumah tangga di Jawa memiliki burung kicau peliharaan. Jumlahnya mencapai sekitar 70 juta burung dalam sangkar yang tersebar di 12 juta rumah. Kontes-kontes ini juga mendorong perdagangan burung kicau bernilai miliaran dolar, dan karena sebagian besar burung yang dilombakan masih berasal dari alam liar, kontes-kontes ini turut berkontribusi terhadap kepunahan 43 spesies di seluruh Asia Tenggara yang telah menghadapi ancaman perubahan iklim, hilangnya habitat, dan perubahan tata guna lahan.

Penelitian dan media telah banyak menggambarkan mereka yang terlibat dalam perdagangan burung kicau di Indonesia sebagai penjahat dalam sebuah tragedi sejarah alam, yang menimbulkan reaksi keras dari masyarakat setempat dan merusak konservasi. Menanggapi hal ini, tim peneliti multinasional kami menghabiskan hampir satu tahun tinggal bersama para pemelihara burung di Indonesia dan mendokumentasikan kisah-kisah mereka di Daerah Istimewa Yogyakarta, dekat Jawa Tengah. Bekerja di tempat yang bisa dibilang sebagai pusat dunia pemeliharaan burung, tim ini mengumpulkan lebih dari 10.000 foto, 1.500 rekaman audio, dan puluhan wawancara mendalam. Media-media ini mengungkapkan bagaimana masyarakat di Indonesia menyeimbangkan antara budaya dan alam, serta menyelaraskan perspektif konservasi di Indonesia dengan dunia. Kami juga menggunakan materi-materi media ini untuk membuat dan mengajarkan program pendidikan konservasi tentang burung kicau dengan sistem sekolah umum di Indonesia. Kurikulum ini mengilhami perubahan signifikan dalam sikap dan perilaku lingkungan para siswa kami, tanpa pengaruh dari pengetahuan yang sebenarnya. Hasil penelitian kami mengajak lebih banyak perempuan untuk berpartisipasi dalam sains, mendukung guru sains sebagai agen perubahan untuk lingkungan, dan mengadvokasi konservasi yang dapat diakses oleh semua kalangan.

Untuk tahap akhir dari proyek ini, tim kami mengubah data kami menjadi sebuah pameran multimedia yang telah berkeliling Indonesia dan Amerika Serikat. Pameran ini menjadi tuan rumah bagi kelompok-kelompok diskusi bagi para pemelihara burung dan ilmuwan konservasi, pemutaran film, dan ceramah akademis. Secara keseluruhan, bagian-bagian dari proyek ini mendorong dialog, kompromi, keingintahuan, dan kolaborasi antara komunitas-komunitas yang mencintai burung kicau dengan cara yang sangat berbeda, di saat aliansi semacam ini semakin penting. Pemeliharaan burung saat ini mengancam populasi burung liar di setidaknya 26 negara di seluruh dunia. Dengan berbagi kisah-kisah ini kepada khalayak global, kami berharap dapat menyoroti Indonesia sebagai sumber solusi untuk masalah konservasi yang semakin meningkat di dunia, dan menanamkan benih-benih konservasi di tanah air. Pada saatnya nanti, kami berharap dapat mengembangkan metode ini ke proyek-proyek dengan topik dan bagian lain di dunia, menjadikan konservasi inklusif melalui kreativitas.

Enclosed: Supplementary Materials Chapter 1: Literature Review Spreadsheet Chapter 2: Student Researcher Intake Survey Chapter 3: Songs of Conservation Curriculum (Parts I and II), Attitude, Behavior, Knowledge and Demographic Surveys Chapter 4: The Price of Beauty exhibition plates (pdf); "Bird School" by Isaac Newcomb (music); Gibbon soundscape by Rahayu Oktaviani (audio); "Sirpu" by Sockran Candra and Riri Retnaningty as (music, full credits listed in dissertation).